Waktu menunjukkan pukul 10.57, Navia sedang berbaring di kasurnya sambil membaca makalah yang diberikan sang dosen Minggu lalu, yang tentunya akan di bahas siang ini. Navia mendumel setiap hari Selasa, karna jadwal masuk kelasnya hanya satu mata kuliah dan di siang hari pula, pukul 2 lebih tepatnya.
‘siang tuh waktu ngantuk, tapi malah dapet matkul dosen killer’
begitu katanya.
guinaifen selaku teman sekamarnya sudah mengajak untuk berangkat pagi. Selagi menunggu ia bisa membaca buku di perpustakaan atau nimbrung bersama teman2 lain yang tidak ada kelas. Seharusnya begitu, tapi akhir2 ini cuaca sedang panas2 nya, membayangkan berjam-jam diluar sana membuat Navia malas berangkat lebih awal. Lagipula kosan dan kampusnya tidak sampai 10 menit jalan kaki, jadi ia memutuskan akan berangkat nanti.
13.20
Navia bukan murid yang biasanya terlambat. Malah dia suka berada 1 jam lebih awal sebelum kelas dimulai. Tapi hari ini berbeda, sudah 20 menit berlangsung tapi Navia belum menampakkan batang hidungnya di kelas, membuat Kuki Shinobu teman sekelas sekaligus sebangkunya heran.
‘nomor yang anda tuju tidak…..’
Kuki menggelengkan kepala, ada yang tidak beres. Ia mencoba menghubungi teman sekamar navia yang ia kenal bernama guinaifen, anak jurusan fashion designer.
Pukul 13.35 berpuluh2 panggilan masuk tidak terjawab memenuhi notifikasi handphone gadis surai pirang yang terbangun kaget. Ia melihat jam, matanya terbelalak.
“NAVIA BEGOOOO”
Ia segera mencuci muka, berganti baju, memasukkan barang2 nya ke dalam tas secara acak.
Ia panik, mungkin hanya 5–7 menit yang ia butuhkan untuk sampai kampus tapi gedung fakultasnya itu beda cerita.
Dengan Terburu-buru ia mengunci pintu kos, dan berlari menuju kelasnya. Tanpa melihat handphonenya yang masih saja berdering karna disebrang teman2nya ingin mengetahui keadaannya.
“harusnya gua ikut gui aja tadi pagi, navia kok bisa-bisanya lu ketiduran pas ada matkul pak Hans?” Navia berlari sambil memarahi dirinya sendiri.
“duh mana di lantai 3 lagi, kalo lift ngantri gua harus naik tangga?”
“perasaan semalem gua ga begadang dah, kok bisa ketiduran sih”
“plis pak Hans tolong telat aja masukn — ”
BRUKK
Navia oleng, ia yakin ia menabrak sesuatu di tengah kekacauan pikiran dan tubuhnya yang berlari. Badannya di tahan oleh 2 telapak tangan kokoh. Navia mengerjap.
“wow siapa ini? Navia?”
Warna rambut oranye jarang ada di kampus ini, dengan cepat navia bisa tau siapa yang menahannya agar tidak jatuh.
“kak ajax, maaf maaf aku buru2!!!”
Navia segera menoleh kebelakang, lalu menunduk meminta maaf.
“wah, santai santai gapapa, hati-hati kalo lagi jalan ya, jangan pecah fokus gitu apalagi kalo lagi buru-buru” Ajax tersenyum simpul.
“capek bgt kayaknya, nih bawa” ia menyodorkan sapu tangan miliknya.
“makasih banyak kak ajax, maaf banget ya kak , ini kelasku bentar lagi mulai, makanya buru-buru banget, maaf banget kak”
“gapapa, lagian bukan gue yang lu tabrak..” Ajax terkekeh.
“gimana tuh, katanya dia buru²” Ajax memalingkan pandangannya ke seseorang dibelakang navia.
Navia menoleh.
DEG
“gapapa, lain kali hati-hati aja, kalau kayak gitu kamu bisa terluka”
Ya, itu Wriothesley. Membuat Navia membeku tak berdaya di tempatnya berdiri.
“ah, maaf kak Rio..” cicit navia.
“maaf?”
“maaf kak Wriothesley, maaf banget” navia menunduk dalam.
“oh gapapa kok, ga ada rasanya lagian di tabrak sama orang sekurus kamu.”
Navia masih bergeming di tempat.
“ya udah hati-hati Navia, buru-buru kan?” Perkataan Ajax membuat Navia kembali ke dunia nyata.
“Iya kak! Permisi ya!” Lalu ia kembali berlari menuju kelasnya.